Essay tentang "Kondisi Pendidikan Indonesia Masa Kini"
PENDIKAKAN DI INDONESIA MEMPRIHATINKAN:
antara kualitas dan kuantitas
Oleh
Ahmad Abdul Karim
(1810631080181)
Dewasa ini, Indonesia mengalami beberapa perubahan kebijakan berkenaan dengan sistem pendidikan yang akan dipakai. Namun hal tersebut belum berlangsung secara signifikan dan masih dalam masa percobaan. Sehingga belum terlihat hasil capaiannya. Namun jika dilihat ke belakang sungguh banyak sekali masalah yang terjadi dengan sistem pendidikan Indonesia.
Secara eksplisit diungkapkan oleh beberapa lembaga peneliti kualitas pendidikan dunia. Serta hasilnya sangat memprihatinkan. Seperti dilansir dari Tirto.id bahwa Indonesia menempati urutan ketujuh untuk tingkat Asia Tenggara dengan skor 0,622 dibawah Filipina dan Thailand yang berada pada skor 0,661. Data tersebut dikemukkan oleh Human Development Report pada tahun 2017. Sedangkan untuk tingkat dunia Indonesia berada pada urutan ke-72 dari 77 negara yang berdasarkan survei yang dilakukan oleh programme for International student Assesment (PISA) pada tahun 2012. Dari data tersebut Indonesia berada diurutan enam terbawah dan sangat jauh tingkatannya dengan beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Sehingga secara nyata bahwa Indonesia sangat tertinggal dalam bidang pendidikan baik oleh negara maju atau negara berkembang seperi Filipina dan Thailand.
Jika melihat kenyataan tersebut terlihat bahwa kualitas pendidikan Indonesia sangat jauh tertinggal dengan negara-negara tetangga. Sehingga diperlukan peningkatan guna mencapi cita-cita negara Indonesia yang tercantum dalam UU RI. No 20 tahun 2003 tentang visi dan misi sistem pendidikan nasional atau SIDIKNAS yaitu:
“Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.”
Hal tersebut sejalan dengan misi yang selalu disuarakan oleh SIDIKNAS yaitu:
“Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat (UU RI SIDIKNAS: 41).”
Dengan mewujudkan dan merealisasikan visi dan misi SIDIKNAS tersebut ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh seluruh komponen dalam peningkat pendidikan dan diharapkan dapat bersinergi dalam menggerakan roda pendidikan Indonesia.
Pertama, pemerintah. Bagaimanapun pemerintah merupakan pemberi keputusan hingga kebijakan dalam mengoptimalkan sistem pendidikan. Sehingga sangat berperan penting dalam menstabilitaskan kualitas pendidikan Indonesia dengan kebijakan-kebijakan yang relevan dengan kondisi di lapangan. Karena sering kali terjadi kebocoran antara kebijakan dengan kondisi asli di lingkungan, sehingga tidak terjadi kesinkronan antara keduanya. Hal tersebut jelas berdampak terhadap tingkat keberhasilan kebijakan yang telah dibuat.
Misalnya pemberlakukan sistem kurikulum 2013 secara serentak oleh ketua Kemendikbud pada tahun ajaran 2015/2016. Pembelakuan secara serentak tersebut terjadi karena pemerintah telah melihat sistem kurtilas berkembang dengan baik di sekolah-sekolah. Padahal dalam lapangan pemberlakuan sistem kurtilas tidak semua berjalan baik dan lancar. Bahkan dibeberapa sekolah pelosok di Karawang walaupun secara tertulis telah menerapkan sistem kurtilas, namun secara kegiatan belajar mengajar atau KBM masih menggunakan sistem Kurikulum lama. Hal itu menandakan ketidaksiapan sekolah mengenai sistem baru yang dibuat pemerintah baik secara sarana dan prasarana, staff pengajar, hingga komponen-komponen lain dalam perangkat pembelajaran. Seharusnya menyikapi permasalahan tersebut pemerintah memberikan dukungan dengan memberikan bantuan sarana dan prasana hingga seminar tata cara sistem pembelajaran kurtilas pada sekolah-sekolah pelosok hingga pemantauan dengan tujuan melihat kestabilan penggunaan kebijakan yang telah dibuat.
Kedua, peran pengajar. Seringkali ditemukan beberapa pengajar pada sekolah-sekolah yang mengajar tidak sesuai dengan bidang kejurusan yang dikuasai atau diembannya ketika melakukan studi sarjana. Sehingga hal tersebut menyebabkan kurang efisiennya materi yang diberikan kepada siswa. Sehingga hal tersebutlah yang menyebabkan pembelajaran tidak sesuai dengan harapan SIDIKNAS dan UU 1945. Permasalahan ini umumnya terjadi pada sekolah-sekolah yang berada di daerah pelosok. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya staff pengajar atau guru ahli sehingga pihak sekolah menggunakan SDM yang tersedia di sekolah.
Ketiga, dana. Seperti yang diketahui bahwa dana merupakan roda pengerak sistem pembelajaran. Karena sering kali sesuatu apapun tidak akan terlepas dari dana. Namun sering ditemukan beberapa penyimpangan penggunaan dana pada suatu sekolah. Misalnya penggunaan dana bos tidak sebagaimana mestinya hingga kejahatan korupsi pada wilayah sekolah seperti bantuan Kartu Indonesia Pintar atau KIP untuk siswa SLTA dari pemerintah sebesar Rp.1.200.000 tidak sampai sepenuhnya ke tangan siswa, biasanya hanya sebesar Rp.500.000 uang KIP sampai ke tangan siswa. Hal tersebut umumnya terjadi pada sekolah-sekolah pelosok hingga pihak sekolah yang kekurangan dana oprasional hingga honorarium yang terlalu kecil diterima oleh guru-guru. Sehingga mereka melakukan pemotongan dana dari bantuan siswa kurang mampu. Hal tersebut sangat memprihatinkan karena secara nyata terbukti tingkat kejahatan korupsi justru terjadi di ranah pendidikan dan dilakukan oleh orang berpendidikan.
Selain itu, dana juga berperan dalam penyediaan sarana dan prasarana pendukung pembelajaran. Sehingga proses pembelajaran bisa berjalan dengan lancar dan efektif.
Keempat, bahan ajar. Bahan ajar merupakan materi yang akan disampaikan oleh guru kepada siswa guna mencapai perubahan tingkah laku pada siswa. Karena itu bahan ajar merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh siswa maupun guru untuk mencapai kemajuan pemikiran dari hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Akan tetapi sering kali ditemukan permasalahan. Misalnya bahan ajar yang tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran. Selain itu biasanya ada kecerobohan staff pengajar hingga ketidaksiapan staff pengajar. Biasanya staff pengajar hanya mempersiapkan bahan ajar secara spontan tanpa adanya penelaahan materi yang akan diajarkan. Sehingga siswa tidak terangsang untuk mencari materi lebih banyak lagi materi yang disampaikan, karena proses pembelajaran yang berlangsung tidak menyenangkan hingga terlampau membosankan.
Seharusnya staff pengajar mempersiapkan bahan ajar secara matang, selain itu bahan ajar membubuhkan materi-materi yang ada hubunganya dengan pesan agama dalam masyarakat. Tujuannya menciptakan siswa-siswa yang tidak hanya mempunyai kecerdasan intelektual, namun memiliki kecerdasan emosional agar terjadi keseimbangan antara keduanya.
Kelima, peran masyarakat. Peran ini sangat dibutuhkan dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Karena sering kali ditemukan stigma masyarakat bahwa sekolah adalah tempat mencari ijazah dan ijazah adalah alat utama yang diperlukan untuk memperoleh pekerjaan. Padahal jika diselisik tujuan manusia bersekolah tidak hanya itu. Melainkan sekolah adalah tempat mencari ilmu dan menjadikan manusia seutuhnnya sebagai manusia. Stigma yang berkembang di masyarakat tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah rendahnya keilmuan lulusan yang dicetak sebuah sekolah maupun civitas. Biasanya lulusan yang tercipta adalah lulusan yang kaleng-kaleng dan tidak memiliki kompetensi dalam bidang yang diembannya. Hal tersebut terjadi karena mereka bersekolah bukan untuk belajar dan mencari ilmu melainkan mencari ijazah dengan nilai besar. Padahal nilai tidak akan mempengaruhi kehidupan seseorang melainkan ilmulah serta pola pikir maju yang dapat mengubah hidup seseorang.
Keenam, evaluasi. Hal tersebutlah yang seringkali luput dalam ingatakan para penyelenggara pendidikan. Sehingga peran pendidikan dapat dimaknai oleh setiap orang yang terlibat didalamnya. Seperti pemerintah, masyarakat, staff pengajar atau guru, hingga siswa. Sehingga orang-orang yang terlibat dalam penyelenggara pendidikan harus bahu membahu guna menciptakan pendidikan yang berkualitas. Serta dapat meningkatkan makna pendidikan secara individu. Sehingga pendidikan dapat berjalan dinamis dan tidak bergerak di tempat semula saja. Namun ada perubahan kualitas pendidikan.
Komponen-kompoenen tersebutlah yang bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Sehingga diharapkan agar orang-orang yang terlibat dalam pendidikan dapat bersinergi dalam menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan aturan yang dibuat oleh pemerintah guna mempertinggi harapan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Sehingga tercatat bahwa pendidikan Indonesia tidak hanya kuantitas saja yang diprioritaskan melainkan kualitasnya pun tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Gerintya, Scholastica, 02 Mei 2019. Indeks Pendidikan Rendah, daya saing pun Lemah. Diakses dari: https://tirto.id/indeks-pendidikan-indonesia-rendah-daya-saing-pun-lemah-dnvR, pada tanggal 03 Mei 2020, pukul 06.30 WIB.
Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
W, D. 05 Desember 2019. Surveri Pendidikan Dunia, Indonesia Peringkat 72 dari 77 Negara. Diakses dari: https://www.vivanews.com/berita/dunia/23062-survei-pendidikan-dunia-indonesia-peringkat-72-dari-77-negara?medium=autonext, pada tanggal 03 Mei 2020, pukul 06.00 WIB.
Terima kasih bacaannya kakak
BalasHapusTerima kasih telah membaca 🙏
Hapus