ESAI SASTRA: REALITAS SOSIAL DALAM NOVELET WESEL POS KARYA RATIH KUMALA

REALITAS SOSIAL DALAM NOVELET WESEL POS KARYA RATIH KUMALA

Ahmad Abdul Karim

 

Permasalahan yang kerap kali muncul dalam membangun dunia cerita adalah bagaimana tata cara pengelolaan unsur pembangun cerita. Baik unsur pembangun cerita dari dalam maupun unsur pembangun cerita dari luar. Sehingga dampak yang ditimbulkan oleh kurang seriusnya pengarapan kedua unsur tersebut adalah sering kali ditemukan cerita-cerita hambar yang hanya mengisahkan perbedaan antara kelas sosial kultur masyarakat tertentu, pergejolakan politik, tanpa adanya penguatan pada unsur pembangun cerita. Sehingga cerita-cerita tersebut tidak lagi menjadi cerita yang menarik untuk dibahas dalam perkembangan sastra mutahir.

 

Perkembangan sastra mutahir diperlukan adanya pembaruan baik secara intrinsik maupun ekstrinsik. Sehingga cerita-cerita yang diproduksi tidak menjadi cerita yang membosankan dan klise. Novelet Wesel Pos karya Ratih Kumala mampu menjawab keresahan saya.mengenai pembaruan dalam teknik penceritaan. Di mana pengarang mampu bermain-main dengan  sudut pandang yang jarang digarap pengarang lain. Permainan sudut pandang tersebut merupakan hal yang menarik untuk di telaah.

 

Sudut pandang si pencerita dalam novelet Wesel Pos bersumber dari benda mati berupa wesel yang mana pernah eksis dalam perkembangan perekonomian di masa Hindia Belanda hingga pasca Indonesia merdeka. Namun sering dengan perkembangan zaman wesel tidak lagi menjadi cara yang eksis dalam mengirimkan uang. Karena dianggap kuno oleh masyarakat modern.

 

Tokoh-tokoh dalam novelet Wesel Pos tidak hanya dibebani oleh keinginan pengarang dalam mengkontruksi cerita. Namun, tokoh-tokoh tersebut dapat hidup menjadi tokoh yang dapat menciptakan dirinnya sendiri. Sebab, mereka menpunyai otonomi atas penceritaan yang dibuat pengarang. Hal tersebut dapat terlihat melalui tokoh Elisa maupun Fahri yang muncul dalam novelette tersebut yang mana tokoh-tokoh tersebut tidak mempunyai beban yang dimanifestasi oleh pengarang.  Melainkan mereka hadir menjawab permasalahan yang diangkat oleh pengarang. Sehingga tokoh-tokoh tersebut mampu memperkuat tema yang disuguhkan oleh pengarang.

 

Unsur ektrinsik merupakan unsur yang tak kalah penting dalam memperkokoh sebuah cerita. Di mana unsur tersebut, kita dapat melihat realitas sosial yang terdapat dalam cerita. Realitas sosial tersebut merupakan refleksi pemikiran pengarang. Sehingga pembaca dapat melihat kenyataan baik yang disampaikan secara implisit maupun eksplisit. Realitas sosial dalam cerita biasanya berbicara mengenai permasalahan sosial, politik, maupun budaya tertentu. Namun pengemasan realitas sosial layaknya dibungkus dengan bahasa-bahasa yang menarik, baik secara metaforis maupun artistik.

 

Realitas sosial yang terdapat dalam novelet Wesel Pos karya Ratih Kumala memberikan kesadaran kepada pembaca untuk selalu berhati-hati. Di mana Jakarta, sebagai sentral perkembangan perekonomian Indonesia ditampilkan sebagai monster yang amat seram dan siap melahap manusia yang lengah. Jakarta dalam novelet Wesel Pos direpresentasikan sebagai lanskap dari kejahatan dan kekejaman Indonesia. Ibu kota dari segala macam tindak-tanduk kekejaman.

 

Pengungkapan realitas sosial dalam novelet Wesel Pos karya Ratih Kumala sejalan dengan gagasan yang dikemukakan oleh Goldman[1] (1975) di mana pengungkapan realitas sosial diperlukan suatu pendekatan yang memandang karya sastra tidak hanya dari struktur pembangun cerita, melainkan pandangan sosial pengarang, hingga pandangan pengarang dalam menemukan dan mengkontruksi gagasan cerita.

 

Strukturalisme genetik merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat realitas sosial dalam cerita. Di mana  dalam kajian ini ditelaah hubungan cerita dengan lingkungan sosial. Pengungkapan realitas sosial sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Ratna Nyoman Kutha a) meneliti unsur-unsur karya sastra, b) hubungan karya sastra dengan totalitas karya sastra, c) meneliti unsur-unsur masyarakat yang berfungsi sebagai genesis karya sastra, d) hubungan unsur-unsur masyarakat dengan totalitas masyarakat, e) hubungan karya sastra secara keseluruhan dengan masyarakat[2].

 

Hasil temuan saya pada novelet Wesel Pos karya Ratih Kumala yaitu ada tiga hal yang menarik untuk dibahas. 1) Realitas dalam unsur pembangun cerita novelet Wesel Pos karya Ratih Kumala, 2) Realitas sosial dalam tinjauan struktur sosial masyarakat, dan 3) Realitas sosial berdasarkan pandangan dunia pengarang.

 

 

Realitas dalam unsur pembangun cerita Novelet Wesel Pos karya Ratih Kumala

 

Bentuk realitas unsur pembangun cerita dalam novelet Wesel Pos yaitu berkenaan dengan tema, alur, sudut pandang, penokohan, dan latar. Tema yang diangkat oleh pengarang dalam novel tersebut adalah “kesenjangan sosial”. Di mana kesenjangan sosial terlihat dari tokoh Elisa yang masih menggunakan wesel dalam transaksi mengirim uang. Di mana dia sering jadi bahan bualan-bualan Fahri, sebab penggunaan wesel dianggap kuno oleh sebagian  masyarakat modern terutama yang telah dikontruksi oleh kegidupan perkotaan seperti Fahri. Di mana hal tersebut menjadi sangat kontras ketika Elisa tiba di Jakarta dan gagap dengan hingar binger kota. Bahkan karena terlalu polos tokoh Elisa harus tertipu oleh seorang penjual kopi asongan.

 

Selain itu, bentuk kesenjangan sosial juga terlihat dari tokoh Fahri. Di mana Fahri sebagai sosok pria yang telah lama merantau di Jakarta harus mampu bertahan dengan kondisi sosial ibu kota. Sehingga ia rela menekuni perkerjaan sebagai kurir narkoba. Lantaran situasi ekonomi yang memaksa Fahri melakukan perbuatan hal tersebut. Selain Fahri dan Elisa, tokoh-tokoh lain dalam cerita juga dapat menghidupkan isu kesenjangan sosial. Baik melalui tokoh Memet yang terpaksa menjadi banci, tokoh perempuan di kamar ujung yang terpaksa jadi simpanan pejabat, maupun tokoh penjual kopi asongan yang terpaksa menipu Elisa.

 

Apa yang terjadi pada tokoh-tokoh tersebut adalah cara pengarang mengkontruksi realitas sosial yang terjadi di Jakarta. Di mana Jakarta dalam cerita merupakan bentuk realitas kota Jakarta yang kita kenal. Jakarta adalah tempat bertarung dengan keadaan dan berarti melakukan segala cara agar tetap hidup. Seperti halnya peristiwa-peristiwa kriminal yang merupakan cara masyarakat untuk bertahan hidup.  

 

Permainan sudut pandang adalah hal yang menarik perhatian di mana tokoh yang bercerita dalam novelet ini adalah wesel. Wesel yang kita kenal adalah benda mati dan digunakan untuk mengirim atau meneriam uang. Namun melalui eksperimen pengarang wesel menjadi tokoh yang bercerita dalam novelet ini. Sehingga novelet ini menjadi lebih legit untuk dibaca karena memiliki perbedaan dengan cerita-cerita sejenis yang menceritakan isu kesenjangan sosial.

 

 

Realitas Sosial dalam Tinjuan Struktur Sosial Masyarakat

 

Bentuk realitas sosial yang terdapat dalam novelet Wesel Pos merupakan gambaran dari situasi yang terjadi di kota Jakarta. Sebab, permasalahan kesenjangan sosial di kota Jakarta merupakan hal yang benar-benar terjadi. Di mana Jakarta sebagai kota urban mengalami segala macam persoalan yang beragam. Salah satunya kesenjangan sosial antar masyarakat.

 

Kota Jakarta tidak dipungkiri memilki dua sisi kehidupan yang jauh berbeda. Di mana ada masyarakat hedonisme yang hidup dengan bergelimangan harta. Serta masyarakat asketisme yaitu masyarat yang hidup serba kekurangan. Hal tersebutlah yang merupakan pemicu terjadi kesenjangan sosial di kota Jakarta.

 

Pada dasarnya kesenjangan sosial merupakan pertiwa yang lumrah terjadi pada suatu masyarakat tertentu. Karena ada dua golongan yang berbeda. Karena di kampungpun masalah kesenjangan sosial sering terjadi. Namun permasalahan kesenjangan sosial di kota terlihat sangat kontras karena adanya masyarakat golongan kelas atas dengan kelas bawah yang saling beriringan.

 

 

Realitas Sosial berdasrkan pandangan dunia Pengarang  

 

Novelet Wesel Pos merupakan bentuk protes pengarang terhadap kondisi dan peristiwa yang terjadi di kota Jakarta. Sebab diketahui bahwa Ratih Kumala merupakan bagian dari masyarakat kota Jakarta. Sehingga tidak aneh, apabila Ratih merespons keresehannya melalui novelet ini. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Goldman di mana pengarang selalu berpandangan komprehensif dalam mengelola gagasan hingga ide atas permasalahn yang dirasakan secara kelompok. Sehingga dapat dikatakan bahwa cerita ini merupakan bentuk cerminan dan protes pengarang atas kondisi sosial yang terjadi di kota Jakarta.

 

Setelah mengamati permasalahan realitas sosial dalam novelet Wesel Pos karya Ratih Kumala, perlu kita tarik simpulan bahwa realitas sosial merupakan hal dasar untuk seorang pengarang dalam menulis. Karena pada dasarnya pengarang akan menulis jika ia terkena tekanan baik secara sosial, emosional. Sehingga pengarang merespons emosi tersebut menjadi sebuah karya sastra.

 

 



[1]  Goldman merupakan seorang filsuf dan sosiolog asal Rumania, Prancis.

[2] Merujuk pada buku Ratna, Nyoman Kutha, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra (2015)

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer