Essay Apresiasi Puisi dan Prosa Yun Dong Ju Langit, Angin, Bintang, dan Puisi
Analisis Sastra Korea Langit, Angin, Bintang, dan Puisi Karya
Yun Dong Ju
Oleh
Ahmad Abdul Karim
Ini
kali pertama saya membaca karya sastra Korea. Kegiatan menulis saya diawali
dengan buku berjudul Langit, Angin,
Bintang, dan Puisi yang merupakan antologi puisi karya Yun Dong Ju dan kini
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Saya sangat berterima kasih
sekali kepada Bu Nenden Lilis A., dan Shink young Duk yang telah menerjemahkan bait-bait
kata-kata indah Yun Dong Ju karena berkatnya saya dapat membaca dan mulai
belajar karya sastra Korea.
Yun
Dong Ju seorang penyair yang lahir Manchuria China, merupakan wilayah
perbatasan antara China dan Korea, wilayah tersebut dinamai dengan Semenanjung
Korea. Dia lahir pada 30 Desember 1917 dan mulai menulis sejak berusia 15 tahun.
Usia yang terbilang sangat muda untuk seorang pemula, namun sastra tidak
memandang umur dalam berkarya, itulah motivasi yang saya dapatkan dari seorang Yun Dong Ju.
Yun
Dong Ju hidup dalam cengkraman Jepang. Akibat dari imprealisme tersebut Jepang
banyak merampas kekayaan Korea mulai dari sumber daya alam hingga sumber daya
manusia dengan cara menjadikan pribumi sebagai
budak, penerapan sistem kerja paksa tanpa upah, hingga menjadikan para
perempuan sebagai alat untuk memuasakan nafsu tentara Jepang. Akibatnya warga
Korea terpaksa mengungsi ke daerah perbatasan karena menganggap wilayah
tersebut aman dari penidasan-penindasan Jepang, tetapi sama saja wilayah perbatasan
pun telah berada dalam genggaman Jepang.[1]
Penindasan-penidasan
Jepang juga dirasakan oleh Yun Dong Ju. Penindasan tersebut membuatnya sangat
menderita bahkan dia sampai kehilangan kekasih karena dibunuh tentara Jepang
seperti terdapat pada puisi “Anak Laki-Laki” dilarik-larik puisinya /wajah indah kekasihnya “Soon-Yi”—mengambang
di atas sungai/. Dalam buku antologi, Yun Dong Ju menyebut nama Soon-Yi
sebanyak tiga kali pada puisi yang berbeda-beda. Sangat jelas Jun Dong Ju memiliki
hubungan spesial dengan Soon-Yi. Siapakah itu Soon-yi?. Kalau melihat beberapa
nama asli orang Korea dapat dikatakan Soon-yi adalah seorang perempuan. Muncul
anggapan adalah perempuan kekasih Yun Dong Ju. Pada masa penjajah, Jepang
sering menjadikan gadis pribumi sebagai budak seks dan akibat dari perbuatan masa
lalu sampai sekarang Jepang masih mempunyai masalah dengan Korea karena para
korban pelecehan tidak terima atas perbuatan tersebut.
Kebanyakan
karya Jun Dong Ju membahas penjajahan Jepang terhadap Korea atau penderitaan
yang dialami negara Korea. Seperti puisinya yang berjudul “HATI”. Puisi yang
ditulis pada bulan November 1941, namun memiliki kesalahan cetak yaitu /Nopember, 1941/, berisi 6 bait pada tiap
baitnya dan pada tiap bait terdiri atas 2 larik kecuali bait 5 dan 6 yang terdiri dari 3 larik. Pada puisi
tersebut Yun Dong Ju menyebut kata /prometheus/
sebanyak 3 kali. Yun Dong Ju sengaja menceritakan Mitologi Prometheus ke dalam
bentuk puisi. Tujuannya agar pembaca tahu cerita mitologi Yunani kuno tentang seorang
titan yang terkenal karena kecerdasan serta keahlian mencuri api Zeus. Lalu
memberikan api tersebut kepada manusia. Karena kejahatannya, Prometheus di
hukum Zeus yaitu mengikatnya pada batu-batu dan seekor elang besar siap memakan
hatinya. Setiap hari tetapi hatinya akan tumbuh kembali seperti sedia kala pada
keesokan harinya kejadian tersebut terus berulang.[2]
Jelas
sekali Yun Dong Ju membuat suatu analogi tentang perjuangan masyarakat Korea melawan
penjajahan. Yun dong Ju membuat metafora
Prometheus sebagai masyarakat Korea yang terus tumbuh dan bersemangat melawan
penjajahan, walau setiap hari harus mendapat siksaan. Yun Dong Ju memetaforakan
penjajah Jepang yang sangat kuat, tetapi kejahatannya akan sia-sia karena
masyarakat Korea memiliki semangat juang yang terus tumbuh.
Dalam
puisi berjudul “PENGAKUAN” aku lirik seolah-olah terjatuhkan atas norma-norma
yang ada atau hak-hak yang harus aku lirik dapatkan yaitu sebuah keadaan lemah
atas keterhinaan dalam menjalani hidup. Pada larik pertama /pada cermin tembaga berkarat biru/tersisa wajahku/pusaka dinasti manakah
dia/hingga ditelannya caci sedemikian rupa/, aku lirik mempertanyakan seseorang
yang dianggap pemilik dinasti. Negara-negara Asia menganut sistem pemerintahan dinasti
atau kerajaan, itu berarti ada penguasa ada rakyat jelata. Pada bait tersebut
aku lirik diibaratkan sebagai seorang pemilik pusaka dinasti yang sangat
berkuasa. Kalau melihat titimangsa, Yun Dong Ju sedang berkuliah di Jepang. Pada
bait kedua aku lirik bercerita /kuringkas
pengakuanku dalam satu baris---24 tahun 1 bulan, selama ini/ Bahagia macam apa
yang kuhadapi?/ dan merasa prustasi dengan kehidupan, hingga dia membuat
sebuah pertanyaan atas kehidupan yang aku lirik alami.
Pada
bait ketiga larik keempat, aku lirik kembali bertanya /Atas alasan apa yang kulakukan pengakuan memalukan ini?/.
Pengakuan memalukan aku lirik tergambar pada bait keempat /saat malam, setiap kelam/Akan
kuseka cerminku dengan/telapak kaki dan tangan./. Pada bait tersebut ada
keterkaitan dengan bait sebelumnya yaitu pengakuan memalukan aku lirik dengan
suatu malam yang sangat memilukan. Aku lirik menyeka cermin dengan telapak kaki
dan tangannya, sehingga timbul jawaban atas pertanyaan tersebut /kemudian cermin akan memantulkan/Sebuah punggung penuh
kesedihan/yang berjalan di bawah meteor sendirian/. Lihat kembali
titimangsa saat Yun Dong Ju menulis puisi tersebut, kala itu Yun Dong Ju berkuliah
di Jepang jauh dari orangtua, keluarga, atau masyarakat Korea yang sedang
mengalami masa penjajahan. Yun Dong Ju menceritakan aku lirik dalam puisi
tersebut mengalami keadaan sedih karena atas segala bentuk tindak-tanduk negara
yang menjajahnya.
Pada
puisi “SAJAK YANG MUDAH DIGUBAH” aku lirik bercerita tentang keadaannya waktu berada
di negara tetangga /Rintik malam berbisik
di luar jendela/Sementara aku berdiam dalam kamar negeri tetangga/ maksud dari
negeri tetangga dalam larik tersebut adalah Jepang. Perjalanan aku lirik
mengalami banyak masalah ketika aku lirik berkuliah di Jepamg /Aku tahu, penyair adalah takdir yang
getir/Namun tetap akan kutorehkan sebaris syair,/. Pernyatan aku lirik
kuliah terdapat pada larik /Kugambit buku
catatan, bersemangat/ Menuju kelas sang profesor tua./ Aku lirik sering
mendapat masalah dan ancaman di Jepang karena atas syair-syair yang ditulisnya.
Jepang
mulai merasa khawatir jika tulisan aku lirik diketahui banyak orang akan
menjadi masalah. Pada waktu aku lirik ingin mempublikasikan tulisannya. Aku
lirik sering mendapat masalah dari pemerintah Jepang karena dianggap dapat
menganggu kekuatan pemerintahan.
Itulah
Yun Dong Ju penulis legendaris asal Korea yang karakteristik tulisannya
bercerita tentang kekejaman penjajahan Jepang terhadap Korea.
Membaca
karya sastra Korea tidak seberat apa yang dipikirkan, ternyata membuat hati
senang dan yang pasti banyak wawasan baru yang didapat setelah membaca berkali-kali. Yun Dong Ju adalah
pelopor sastra di Korea dan sampai sekarang dijadikan tumpuan masyarakat Korea
dalam menulis sastra.
[1] Wikipedia
‘’Sejarah Korea selatan’’, diakses dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/sejarah,
pada tanggal 10 Juni, 2019 pukul 20.00
[2] Gustave Moreau “Prometheus (mitologi)”,
diakses dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/Prometheus,
pada tanggal 10 Juni 2019, pukul 21.30
Komentar
Posting Komentar