INDONESIA DARURAT BAHASA DAERAH
INDONESIA
DARURAT BAHASA DAERAH
Ahmad
Abdul Karim
Kawan-kawan
saya di kampus meninggalkan bahasa daerah. Saya kuliah di Universitas
Singaperbangsa Karawang (Unsika), satu-satunya perguruan tinggi negeri di
Kabupaten Karawang. Dalam pergaulan sehari-hari, kami menggunakan bahasa
Indonesia.
Kelas
saya dihuni 35 mahasiswa. Hampir setengahnya orang Karawang, lima orang bukan
orang Karawang tapi paham dan menguasai bahasa Sunda. Sehari-hari, di dalam
maupun di luar kelas, kami bercakap dalam bahasa Indonesia.
Memang
miris. Berdasarkan hasil penelitian Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, bahasa daerah di Indonesia berjumlah 652 bahasa. Indonesia tercatat
sebagai negara kedua terbanyak pengguna bahasa daerah setelah Papua Nugini.
UNESCO
mencatat, setiap 15 hari, bahasa daerah kita punah. Alasannya?
UNESCO
mengatakan, kepunahan bahasa karena bahasa daerah mulai ditinggalkan
penggunanya. Contohnya di lingkup paling kecil lingkungan saya. Kawan-kawan
saya—dan barangkali saya—merasa canggung menggunakan bahasa daerah. Padahal,
kami berasal dari daerah yang sama, dan meminum juga tumbuh dari tanah air yang
sama, tanah air orang Sunda. Ada semacam perasaan kalau berbahasa daerah itu
kuno.
Sementara
itu, Summer Linguistic Institute, sebuah lembaga nirlaba yang
khusus meneliti bahasa daerah di seluruh dunia mengatakan, Indonesia punya 746
bahasa daerah. 25 di antaranya hampir
punah, sementara 13 bahasa daerah sudah lenyap. Versi Summer Linguistic Institute
mengatakan, lenyapnya bahasa daerah karena tidak dirawat dengan baik oleh
penggunanya sendiri.
Kepala
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Badan Bahasa Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia, Yeyen Maryani seperti dilansir Tirto.id,
mengatakan, sampai tahun 2013, beberapa
bahasa daerah di Indonesia terancam punah. Ada yang sudah punah, ada yang
hampir punah. Beberapa bahasa yang terancam musnah antara lain bahasa daerah yang
berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, dan Papua.
Sementara
itu dilansir dari Kompas.com bahwa ada 11 bahasa daerah di Indonesia yang telah
punah. Empat di antaranya mengalami kritis dan dua bahasa lainnya menngalami
kemunduran. Berdasarkan data, bahasa daerah yang telah punah itu berasal dari
Maluku yaitu bahasa daerah Kajeli/Kayeli, Piru, Moksela, Palumata, Ternateno,
Hukumina, Hoti, Serua, dan Nila serta bahasa Papua yaitu Tandia dan Mawes.
Sementara bahasa yang sedang kritis adalah bahasa daerah Reta dari NTT, Saponi
dari Papua, dan dari Maluku yaitu bahasa daerah Ibo dan Meher.
Banyak
faktor yang mengakibatkan bahasa daerah di Indonesia punah. Salah satunya faktor
urbanisasi, di mana perpindahan dari masyarakat desa ke kota untuk mencari
peruntungan dalam bidang ekonomi. Maka para penutur bahasa daerah akan
menggunakan bahasa baru, bahasa yang mereka tempati. Selain itu, perkawinan
campur berbeda daerah atau etnis atau proses asimilasi juga memengaruhi
musnahnya bahasa daerah. Akibat adanya asimilasi yaitu suami istri harus
memilih salah satu bahasa yang akan mereka gunakan dalam percakapan
sehari-hari. Selain kedua faktor tersebut terdapat juga faktor-faktor lain yang
memengaruhi punahnya bahasa daerah, misalnya terjadi bencana alam dalam suatu
wilayah, akibat terjadinya globalisasi, dan adanya masyarakat yang memiliki
kemampuan menguasai lebih dari satu bahasa yang mengakibatkan tuturan dalam
suatu bahasa itu akan berbeda.
Di
Karawang, bahasa daerah bukan hanya tidak dirawat di kampus. Tapi juga di gedung-gedung
pemerintahan. Bupati, wakil bupati, camat, dan pejabat daerah lain sama sekali
tidak menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pergaulan. Ditambah, mereka juga
tidak mengeluarkan kebijakan pelestarian budaya daerah. Padahal, di mata masyarakat,
pejabat daerah dan politisi adalah sosok. Mereka adalah penyambung lidah
daerah. Seharusnya mereka sebagai penyalur bahasa daerah lebih memilih
menggunakan bahasa daerah dalam kesehariannya. Di setiap daerah juga banyak
bahasa daerah mulai ditinggalkan. Contohnya di dalam lingkup akademik, walaupun
di dalam kelas terdapat muatan lokal bahasa daerah hal tersebut tidak berdampak
banyak dalam pengembangan bahasa daerah. Mereka hanya menggunakan bahasa daerah
di mata pelajaran tersebut, tetapi setelah berakhir mata pelajaran tersebut
para siswa kembali menggunakan bahasa nasional.
Kaum
intelektual atau mahasiswa dituntun untuk menggunakan bahasa nasional selama
berada di kampus. Bahasa daerah hanya dipakai oleh mereka yang sadar akan
budaya peninggalan orang tuanya. Karena terkadang di dunia intelektual orang
yang menggunakan bahasa minoritas atau daerah sering kali dikucilkan. Itulah
yang menyebabkan bahasa daerah mulai hilang.
Punahnya
suatu bahasa mempunyai dampak yang sangat besar terhadap suatu budaya di mana
suatu daerah akan kehilangan penutur kebudayaan yang menjadi ciri khas suatu
daerah.
Kramsch
(1998:3) sebagaimana dikutip dari Jurnal Masyarakat & Budaya (2009: 291) mengatakan
bahwa: “Bahasa adalah alat utama yang karenanya kita melaksanakan kehidupan
sosial kita. Dalam konteks komunikasi, bahasa terkait dalam kebudayaan dalam
berbagai cara. Bahasa mengekspresikan realitas budaya di mana melalui bahasa facts, ideas, dan events atau pengalaman manusia diekspresikan, dan sikap serta
kepercayaan direfleksikan. Bahasa mengandung realitas budaya baik melalui aspek
verbal maupun non-verbal. Selain itu, bahasa dikatakan sebagai sistem sistem
simbol yang mengandung nilai budaya”.
Punahnya
suatu bahasa daerah adalah sebuah fenomena yang serius yang perlu mendapatkan
perhatian dan sikap yang bijaksana. Akibat yang ditimbulkan jika bahasa daerah
punah yaitu hilangnya kebudayaan suatu daerah yang merupakan sebuah identitas daerah.
Warisan nenek moyang akan hilang. Maka kita akan kehilangan aset kultural yang
merupakan nilai berharga dari sebuah bangsa. Punahnya suatu bangsa dapat
mengakibatkan hilangnya nilai-nilai
dalam budaya yang terdapat dalam sebuah bahasa dan budaya kita hanya
akan terkenang dalam sebuatan nama. Sehinga seharusnya pemerintah
mendokumentasikan bahasa-bahasa daerah, yang bertujuan agar nilai-nilai
kebudayaan dapat bermanfaat dan bertahan untuk kepentingan bersama.
Daftar Pustaka
Haryanto, A. 2016. Pengantar [Online] Bahasa-bahasa Daerah yang Hampir Musnah. https://tirto.id/bahasa-bahasa-daerah-yang-hampir-musnah-bu9C.
Diunduh 11 Oktober 2019.
Kompas, 10 Februari
2018. 11 Bahasa Daerah yang Dinyatakan
Punah, Apa Saja?. https://regional.kompas.com/read/2018/02/10/18293411/11-bahasa-daerah-di-indonesia-dinyatakan-punah-apa-saja.
Diunduh
11 Oktober 2019.
Tondo, F.H. 2009. Pengantar [Online] Kepunahan Bahasa-bahasa
Daerah: Faktor Penyebab dan Implikasi Etnolinguistis. https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiOuYLS0ZXlAhWIfisKHS6GDKAQFjADegQIARAC&url=http%3A%2F%2Fjmb.lipi.go.id%2Findex.php%2Fjmb%2Farticle%2Fdownload%2F245%2F223&usg=AOvVaw1CkQTqOxNs4YeO-cyAA3WX. Diunduh 11 Oktober 2019.
Lampiran 1
Biografi Penulis
Ahmad Abdul Karim,
lahir di Karawang pada 30 September 1999. Biasa dipanggil Karim. Berstatus
mahasiswa di prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas
Singaperbangsa Karawang. Aktif dalam Teater Gabung. Pernah mementaskan naskah Tumirah Potong Upah karya Jonet
Suryatmoko dalam pementasan Studi Pentas angkatan XX yang disutradarai oleh
Rahmat Hidayat, dan mementaskan naskah Perempuan
Obrak-Abrik karya Rian Harahap yang disutradarai oleh Shahal Rizky.
Beralamat di Kp. Cipeuteuy Rt/Rw 011/004, Desa Mekarbuana, Kecamatan Tegalwaru,
Kabupaten Karawang.
Aktif
juga di BEMSIKA (Bengkel Menulis Unsika), puisinya yang berjudul ‘’hujan yang
jatuh’’ mendapatkan kesempatan satu buku dengan Sapardi Djoko Damono dibuku Menenun Rinai Hujan. Selain itu puisinya
pernah dimuat oleh penerbit Jendela Sastra Indonesia yang berjudul ‘’harapan
bisu’’, “simfoni kematian” dan puisi ‘’ surat dari maura untuk veron’’ dimuat
oleh penerbit Mandala dalam buku antologi puisi derit Pamit karena lolos seleksi sayembara puisi. Serta Essay yang berjudul “Analisis
Sastra Korea Langit, Angin, Bintang, dan
Puisi Karya Yun Dong Ju” masuk Sepuluh besar dalam kegiatan Korean Literature Essay yang
diselenggarakan di Auditorium FPBS UPI.
Korespondensi
dapat melalui e-mail: ahmadabdulkarim526@gmail.com
atau No. Telp: 089512464486. Dan No. WA: 089512464486. Dan IG:
@ahmadabdulkarim526
Komentar
Posting Komentar