EUFEMMISME: SEBAGAI CARA MENGHARGAI MANUSIA (ARTIKEL PENDIDIKAN BAHASA)
EUFEMMISME: SEBAGAI CARA MENGHARGAI MANUSIA
Oleh
Ahmad Abdul Karim
Bahasa kita ketahui sebagai kesepakatan masyarakat artinya bersifat abriter atau manasuka. Sehingga sering terjadi perubahan sesuai orang yang menuturkannya. Bahkan bisa digonta-ganti sesuai kemauan sang penutur. Dewasa ini berkembang suatu suatu penggunaan bahasa kias atau bahasa bukan sebenarnya di masyarakat. Hal tersebut merupakan kebohongan yang diucapkan oleh penutur untuk menghargai lawan bicara. Bahasa kias terjadi karena zaman yang semakin maju dan pola pikir manusia yang terus berkembang, hingga kemajuan-kemajuan yang dicapai baik dalam bidang teknologi hingga bidang bahasa.
Semua makhluk yang ada di dunia ini mempunyai bahasa. Salah satunya manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai ragam bahasa sangat banyak dan tersebar diseluruh penjuru dunia. Rata-rata setiap manusia menguasai dua hingga tiga bahasa atau disebut dwibahasa dan beberapa dari manusia tersebut menggunakan bahasa sesuai keadaan dan lawan bicara yang dihadapi. Sehingga ada perbedaan penggunaan bahasa setiap orang. Misalnya bapak gubernur A melalukan pidato dengan bahasa formal dan sesuai dengan kaidah kebahasaan pada suatu penyambutan Festival Sastra. Sedangkan pada keadaan ia berbicara dengan keluarga, anak, atau istrinya menggunakan bahasa tidak formal atau bahasa tidak resmi. Hal merupakan bukti bahwa bahasa digunakan sesuai tempat yang tepat.
Ragam bahasa tercipta karena adanya kebebasan setiap insan manusia menggunakan bahasa yang telah disepakati dengan lingkungannya atau lawan bicara. Sehingga pada setiap orang dapat bereksperimen dalam penggunaan bahasa. Seorang penutur tidak memperdulikan unsur makna atau semantik yang ada dalam bahasa. Tetapi mementingkan unsur pragmatik yang merupakan unsur pendukung dalam penyampaiaan bahasa. Sehingga walaupun bahasa yang disampaikan kurang dimegerti oleh lawan biacara, tetapi dapat dipahami maksud yang ingin disampaikan karena penggunaan aspek pragmatik dalam bahasa. Misalnya penutur B binggung cara menyampaikan tuturan bahasa Inggris ketika lapar, maka ia melakukan gerakan mengusap perut karena hal tersebut sudah lumrah dan diketahui oleh orang banyak yang artinya si B lapar.
Kebebahasan penggunaan bahasa berdampak terhadap banyaknya ragam bahasa yang diproduksi di dalam lingkungan masyarakat. Selain itu, muncul sebuah ungkapan bahasa kiasan yang bermaksud agar lawan bicara merasa tidak tersinggung atas apa yang ingin diungkapankan sang penutur. Hal tersebut dalam ilmu kebahasaan dinamakan dengan eufemisme.
Eufemisme merupakan sebuah ungkapan yang dilakukan oleh penutur baik individu ataupun kelompok dalam mengantikan bahasa yang tidak pantas diucapkan kepada seseorang baik secara langsung atau tidak langsung. Agar orang yang menerima perlakukan tidak mengalami sakit hati atau tersinggung. Secara sederhana eufemisme ini merupakan kata ganti. Misalnya ketika terejadi proses pembelajaran di dalam kelas seorang guru tidak akan mengatakan siswanya bodoh, tetapi menggantinya dengan ungkapan awam. Karena penggunaan kata awam dirasa lebih enak didengar dan sopan dari pada kata bodoh yang dinliai kasar dan menyinggung perasaan.
Biasanya eufemisme lahir akibat dorongan atau desakan seorang penutur demi mencari cara penganti agar lawan bicara tidak sakit hati atau merasa direndahkan. Sehingga perlu dipergunakan kesopanan dalam bertutur. Tetapi ternyata eufemisme dapat menghilangkan makna asli yang ingin disampaikan oleh penutur karena adanya pengantian kata dan otomatis maknapun akan berganti. Sehingga terdapat jelas terjadi penyelewengan unsur sematik pada isi tuturan. Misalnya pengantian kata WC menjadi kamar kecil. Pada contoh tersebut makna yang ditimbulkan sangat jauh bahkan menimbulakan arti yang rancu karena jika WC pasti dibenak semua orang adalah tempat yang dijadikan sebagai pembuangan kotoran manusia, sedangkan jika kata kamar kecil mungkin hanya sebagaia orang yang mengerti bahawa itu mempunyai arti WC. Sehingga pada kasus ini akan didukung oleh unsur pragmatik seorang penutur.
Tetapi banyak kata eufemisme juga yang bersifat meningkatkan martabat yang melakukan tindakan, misalnya kata mahasiswa diganti menjadi masyarakat intelektual. Pada kasus ini terjadi peningkatan pandangan,. dari kata mahasiswa yang dimaknai dengan orang yang belajar di perguruan tinggi, mulai dari universitas, institut hingga akademi mengalami perluasan makna yang sangat jauh apabila di ganti menjadi masyarakat intelektual yakni yang dimaknai sebagai sebuah kaum yang mempunyai kecerdasan, dan akal yang kreatif dalam memecahkan suatu masalah. Memiliki seribu makna lebih tinggi dari kata mahasiswa, sehingga sangat nampak beban yang harus diemban jika menganti kata mahasiswa menjadimasyarakat intelektual.
Eufemisme pada dasaranya adalah sebuah kata ganti yang digunakan oleh seorang penutur dengan tujuan mengangkat harga diri lawan bicara. Namun tidak jarang juga malah membuat perluasana makna yang sangat jauh dengan maksud yang ingin disampaikan. Sehingga perlu adanya kebijakan yang dipikirakn oleh seseorang yang akan menggunakan eufemisme.
Komentar
Posting Komentar