RESENSI ePILOG KARYA PUTU FAJAR ARCANA

 

MEMBACA TANDA DALAM ePILOG PUTU FAJAR ARCANA

Oleh Ahmad Abdul Karim

 

Esai selalu menjadi tulisan berat dan jarang orang sukai. Hal tersebut karena gaya bahasanya yang harus berfilosofis atau daya ungkapnya yang terlalu mengedepankan logika. Namun hal tersebut tidak berlaku pada kumpulan esai kebudayaan kompas berjudul ePILOG karya Putu Fajar Arcana. Esai-esai yang biasa kita stigmakan sebagai tulisan-tulisan dengan bahasa yang rumit dapat menjadi tulisan legit dan mudah dipahami pembaca. Buku yang terbit di bulan Juni 2020 ini adalah sebuah reportase dari seorang jurnalis senior Putu Fajar Arcana. Sesuai dengan judulnya ePILOG yaitu dalam KBBI V adalah bagian terakhir dalam sebuah peristiwa. Sehingga ePILOG merupakan rubik khusus yang berisi tulisan-tulisan Bli Can (biasa di sapa). Saya merasa sedih dan menyesal karena tidak membaca tulisan Bli Can secara rutin dari minggu ke minggu pada rubik ePILOG di kolom platform online kompas.id. Namun penyesalan tersebut sedikit terobati setelah dirilis dan dibukukan karya-karya yang telah terbit ke dalam buku ePILOG. Sehingga saya dapat membaca kumpulan reportase mingguan Bli Can secara tuntas.

ePILOG sendiri berisi reportase-reportase mingguan yang ditulis oleh jurnalis senior Putu fajar Arcana atau lebih akrab di sapa Bli Can. Terdapat 30 esai dalam buku ePILOG  yang ditulis dalam rentang waktu relatif lama. Tayangan perdana ePILOG yaitu pada Rabu, 24 Juni 2019. Hingga ePILOG menjadi berita yang setia rilis di hari Rabu pada setiap minggunya.

Tulisan-tulisan dalam ePILOG merupakan perpaduan antara realitas dengan fiksi. Sebab, dalam beberapa tulisannya ada keterkaitan antara realitas dengan folklor yang menjadi tradisi lisan suatu daerah dalam masyarakat Indonesia. Seperti pada judul “Antagonisme Air Banjir” terdapat keterkaitan antara musibah banjir yang setia melanda ibu (Jakarta) dengan kisah sejarah kota Batavia yang sering mulai banjir saat kolonial Belanda menjajah nusantara. Di kisahkan sejak tahun 1918 pada era pemerintahan Gubernur Jenderal Johan Paul Van Limburg Stritum. Kota Batavia (sekarang Jakarta)  sudah mengalami musibah banjir. Selain itu, Bli Can mengaikatkan cerita rakyat yang berkembang di masyarakat Bali dan Melayu yaitu kisah pewayangan Dewi Ruci. Di mana di kisahkan Bima dititahkan oleh gurunya untuk mencari seorang Dewi bernama Ruci dilautan. Namun setelah bertemu Dewi Ruci. Ternayta sang Dewi yang kerdil masuk ke dalam telinga Bima. Ternyata titah yang didapatnya dari gurunya tersebut adalah sebuah penyadaran untuk selalu berpikir dalam segala tindakan. Di mana apabila kita akan melakukan sesuatu harus dipikirkan terlebih dahulu. Bli Can membuat penanda antara kisah mitologi dengan musibah banjir yang melanda ibu kota. Sehingga apabila ditarik lurus ternyata terdapat hubungan antara kisah sekarang dengan masa lalu.

Selain kisah Dewi Ruci, dalam judul “Ayu tetapi Berhantu” Bli Can membahas kisah perfilman horor Indonesia dari mulai kisah Suzana hingga perempuan-perempuan pemeran film horor era modern Ayu Laksmi hingga Luna Maya. Sehingga apabila dikaitan akam korelasi waktu antara masa lalu dan masa kini pada bidang perfilman horor. Di mana ketenaran film horor/setan pada era Suzana hingga Ayu Laksmi. Pada dasarnya perfilman horor Indonesia pernah melampui fase kejayaan dan sempat padam setelah aktrik legendaris Suzzan meninggal. Hingga, perfilman mulai terangkat kembali saat dirilis film pengabdi setan yang dibintangi oleh Ayu Laksmi. Itu artinya perkembangan perfilman melampui beberapa fase.  

Keterkaitan waktu juga terdapat dalam judul “Musang Berbulu Ayam”. Musang sebagai komoditas penting dalam dunia perkopian dahulunya mempunyai kisah yang miris. Acap kali musang selalu dikaitkan dengan hilangnya ayam di sebuah pedesaan. Hal tersebut berdasar pada folklor Siap Selem (Ayam Hitam) cerita dari tanah Bali. Musang selalu identik dengan hewan buas yang sering memangsa ayam-ayam. Namun di zaman sekarang musang adalah hewan yang amat berjasa dalam komoditas perkopian dunia. Hal tersebut terjadi saat terjadi saat peristiwa tanam paksa di Hindia Belanda. Di mana para pribumi tidak menpunyai kesempatan untuk merasakan kopi-kopi yang meraka tanam. Karena pribumi penasaran dengan rasa kopi yang mereka tanam. Akhirnya mereka mengumpulkan kotoran-kotoran musang yang sering mencuri kopi. Ternyata setelah diolah kopi yang dihasilkan dari kotoran musang lebih enak dari kopi biasanya. Sehingga para tuan Belanda mulai memproduksi kopi-kopi dari kotoran musang. Sejak saat itulah, musang tidak lagi menjadi hewan yang identik mencuri ayam. Melainkan, hewan penjasa produsen kopi.

Apabila kita simpulkan bahwa tulisan-tulisan yang ditulis Bli Can adalah sebuah keterkaitan waktu dari masa lalu ke dalam masa kini. Hal tersebut dapat dilihat dari keterkaitan kisah dahulu dan kini yang masih satu topik. Tetapi mempunyai hal yang berbeda. Sehingga Bli Can secara tidak langsung ingin menyadarkan kita selaku pembaca akan kisah-kisah sejarah dalam masa lalau. Karena pada umunya segala yang kini terjadi, telah terjadi di masa lalu.

Komentar

Postingan Populer